Nathifa Cahya Soleha
Dear diary,
Today was a rough one. Tanpa alasan yang jelas, Rara dan teman-teman yang lain menjauhiku. Padahal, kemarin kami masih bersenda gurau, bahkan menikmati makan siang bersama. Namun hari ini, tak satupun dari mereka yang mengajakku berbicara; menyapa pun tidak.
Saat aku bertanya pada Lidya—temanku yang masih berusaha ramah walaupun sambil menunjukkan wajah masam—tentang sikap mereka yang mendadak berubah dingin, ia hanya mengangkat bahu. Tak acuh, akhirnya Lidya berlalu tanpa membiarkanku bertanya lebih jauh.
Aku memutar otak, berusaha mengingat bilamana ada tindakanku yang tidak disukai teman-teman. Nihil. Kemudian aku tersadar bahwa kemarin, aku berbicara dengan Natania. Natania adalah seorang periang yang kerap kali berbicara gamblang, dan teman-temanku tidak menyukai gadis ini. Tapi, ku akui berbicara dengannya sangat menyenangkan. Ia punya banyak topik pembicaraan yang menarik, tidak melulu soal laki-laki. Mungkinkah mereka marah karena aku menjangkau Natania?
Hari ini kulalui seorang diri, sembari terus bertanya-tanya dalam hati. Did I do something wrong? Memangnya kenapa kalau aku berteman dengan seseorang yang unik nan berhati baik? Hingga mentari menghilang di balik garis cakrawala, dan bintang-bintang mengisi ruang angkasa, benakku terus berkelana.
Dear diary,
Benar bahwa mereka menjauhiku karena aku berbincang dengan Natania hari itu.
Tujuh purnama berlalu, selama itu pula pertemanan kami terpecah belah karena hal sepele. Rara dan Aya bahkan mulai merundungku secara verbal. Fisikku yang mungkin tidak sempurna, nilaiku yang tiba-tiba merosot hingga tidak masuk sepuluh besar, dan kekurangan-kekuranganku yang lain—menjadi bahan bulan-bulanan yang diperbincangkan secara terang-terangan.
Mirisnya, Natania yang dari awal tidak pernah bersinggungan dengan mereka, juga ikut menjadi korban perundungan. Ketika aku meminta maaf atas hal tersebut, ia hanya tersenyum, kedua obsidiannya mengerling jenaka. “Bisa ngobrol sama kamu saja, aku sudah senang. It’s okay, I got your back.”
Tidak apa, pikirku; toh kelulusan sudah tak lama lagi. Aku dan keluargaku akan pindah ke Bandung. Kelak, aku dan Natania akan menjalani kehidupan baru, di lingkungan yang baru pula. Sedih jika memikirkan bahwa nanti kami akan terpisah, namun aku yakin kalau Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk makhluk-Nya.
Komentar
Posting Komentar