Di suatu pagi berkabut di Cidadap, embun menetes perlahan dari tiap helai daun. Udara pagi menyapa tubuh karst Citatah batu kapur raksasa yang membentang gagah, sunyi namun penuh suara. Suara waktu. Suara alam. Suara jejak purba yang ingin didengar.
Tapi belakangan, suara itu mulai tercekat. Deru mesin. Luncuran batu. Debu putih beterbangan ke udara. Karst yang dulu megah kini teriris, sebagian tubuhnya hilang tergadai demi keuntungan sesaat.
Warisan Purba yang Hampir Hilang
Karst Citatah bukan batu biasa. Ia menyimpan kisah zaman laut purba, fosil kehidupan laut, hingga transformasi alam yang lambat tapi nyata. Di kawasan inilah dahulu ditemukannya jejak manusia purba di Gua Pawon bukti bahwa manusia telah berdampingan dengan karst sejak ribuan tahun lalu.
Tapi ancaman serius datang dari penambangan. Batu kapur yang dijual murah menjadi insentif ekonomi bagi sebagian warga yang punya keterbatasan pilihan. Sayangnya, penambangan itu merusak struktur karst, merenggut cadangan air, memicu retakan, erosi, dan longsor. Di Cidadap, banyak warga merasakan dampak langsung: air sumur semakin sulit, tanah kehilangan kesuburan, debu masuk ke paru-paru anak-anak.
Titik Balik Dimulai dari Pemuda
Mencekamnya situasi membuat sekelompok anak muda Cidadap terbangun dari tidur. “Karst kita dijarah, kampung kita tersakiti,” begitu kira-kira kesadaran yang muncul. Mereka mendirikan Forum Pemuda Peduli Karst Citatah. Dengan modal keberanian dan cinta kampung, mereka mulai menyuarakan: batu bukan komoditas tunggal, tetapi warisan bersama yang harus dilindungi.
Gerakan itu berjalan perlahan, dengan edukasi dari rumah ke rumah. Mereka bicara tentang dampak tambang, tentang air, tentang masa depan anak cucu. Mereka menyapa warga dan mengajak mereka berpikir ulang.
Momen besar datang ketika Cidadap bergabung ke program Kampung Berseri Astra (KBA) pada 2016. Kerja sama ini memberi wadah untuk mewujudkan mimpi: bahwa desa bisa lestari, hidup berdampingan dengan karst tanpa merusaknya.
Dari Tambang ke Tunas Harapan
Transformasi Cidadap tidak lantas instan. Tapi ketika satu langkah dilakukan, maka langkah berikutnya menjadi lebih ringan. Beberapa hal yang dilakukan:
-
Pekarangan rumah warga disulap jadi kebun sayur & tanaman obat. Warga menanam, merawat, memanen sendiri bahan pangan dasar.
-
Bank sampah & kompos dijalankan secara rutin, meminimalkan limbah dan memberi nilai ekonomi kecil ke warga.
-
Penanaman pohon: di kawasan Stone Garden, warga dan pihak Astra menanam pohon trembesi sebanyak ratusan bibit bagian dari langkah konservasi.
-
Pengembangan ekowisata: Stone Garden kini menjadi destinasi dengan sentuhan edukatif. Warga difasilitasi menjadi local guide, membuka jalur trekking batu, caving, dan edukasi alam sekitar.
Suatu sore, aku membayangkan seorang pemuda Cidadap berdiri di atas batu besar Stone Garden, angin menerpa rambutnya, dia menunjuk ke horizon batu putih dan berkata: “Inilah rumah kita. Inilah warisan.”
Kisah Nyata, Tangis & Tawa
Namanya Deden (atau “Kang Deden” di kampung). Deden adalah penggerak utama FP2KC. Dia dulu juga sempat ikut menambang batu kapur, sebab itulah mata pencahariannya. Tapi hatinya gelisah ketika ia mulai melihat perubahan tanah dan udara kampungnya. Dia lalu memilih berhenti, beralih ke konservasi, memimpin gerakan lokal.
“Sosialisasi berjalan terus dari 2016 hingga sekarang, alhamdulillah ada perubahan,” ujar Deden ketika ditemui di Cidadap, menurut liputan kumparan.
Kemudian ada Teh Dini, ibu rumah tangga, yang sebelumnya mengurusi dapur dan anak-anak. Sekarang dia belajar mengelola bank sampah, mengajak tetangga memilah plastik, kompos, dan menjadikan sampah bukan musuh tetapi sumber.
Banyak cerita kecil seperti ini: ada yang dulu mencemooh, kini ikut menanam. Ada yang dulu skeptis, sekarang jadi pemandu wisata desa sendiri. Ada anak muda yang dulunya ingin mencari kerja jauh, sekarang memilih bertahan menghadirkan perubahan di kampungnya.
Tantangan & Harapan Bertaut
Tentu tidak mulus. Masih ada tekanan tambang. Masih ada warga yang tergoda bayaran instan. Infrastuktur jalan desa masih terbatas. Akses pasar ke produk lokal masih sulit. Regulasi pelindung karst belum kuat.
Namun, harapan tumbuh kuat lewat kolaborasi. Lembaga lingkungan lokal turut memberi dukungan. Studi geologi dan advokasi hukum mulai diperkuat. Aspirasi bahwa Cidadap bisa menjadi desa percontohan ekovillage menggema ke media dan komunitas lingkungan di Jawa Barat dan Indonesia. PBatu yang Berbicara
Jika kamu datang ke Cidadap, jangan hanya mengambil foto. Dengarkan bisik batu. Rasakan getir tanah. Selami aroma pepohonan yang ditanam dengan harapan.
Cidadap adalah kisah kecil yang menolak dimusnahkan. Ia mendongeng bahwa manusia bisa jadi teman alam, bukan pemusnahnya. Bahwa warisan purba bukan pajangan, melainkan amanah. Dan bahwa generasi sekarang punya tanggung jawab untuk menjaga, bukan merusak.
Dalam tiap langkah kecil: menanam satu pohon, mengolah satu sampah, mengajak satu tetangga, memberi ilmu kepada satu anak di sanalah perlawanan lembut itu terjadi.
Semoga suatu hari, karst Citatah tak lagi dijarah, melainkan dirawat. Semoga generasi mendatang tak hanya tahu Cidadap dari foto, tapi mendengar suaranya sendiri: bahwa kampung itu memilih hidup.
#APA2025-ODOP
#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia
Komentar
Posting Komentar