Hallo semuanya, perkenalkan aku Lulu Ajeng Puspita. Ini adalah cerita tentang aku tentang bagaimana SMA mengubahku pelan-pelan menjadi seseorang yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya.
Perjalananku di SMA dimulai pada suatu pagi yang masih terasa asing. Tepatnya tanggal 13 Juli 2023, hari Pra MPLS. Aku berdiri di depan gerbang SMA Negeri 1 Cikalongwetan dengan napas yang terasa lebih berat dari biasanya. Wajah-wajah baru lalu-lalang tanpa ku hafal satu pun.
Masuk ke kelas, aku tidak menemukan siapa pun yang akrab. Benar-benar tidak ada. Orang-orang di dalam ruangan itu sibuk dengan dunianya masing-masing ada yang sudah punya geng kecil, ada yang saling sapa seolah mereka sudah kenal lama. Sementara aku hanya duduk, memeluk tas, dan berharap waktu berjalan lebih cepat.
Di hari itu aku hanya mendapat pembekalan MPLS. Tidak banyak cerita, tidak banyak suara. Aku hanya mengangguk dan mencatat hal-hal penting. Tidak ada momen lucu, tidak ada tawa karena aku bahkan belum tahu bagaimana cara memulai percakapan dengan siapa pun. Tapi ternyata, hidup suka bercanda dengan cara lembut.
Tanggal 17 Juli 2023, hari MPLS dimulai, dan kelasnya berubah. Di situlah kejutan kecil datang. Aku satu kelas dengan teman MTs-ku, Huthfi. Rasanya seperti mendapatkan pelampung di tengah lautan asing. Aku duduk dengan Huthfi, di belakangku ada Seila, yang tampak akrab dengan temannya bernama Shela. Aku sempat bingung, kenapa dua orang yang baru ketemu terlihat sedekat itu? ternyata mereka teman SD dan Huthfi pun sama. Pantas saja tawa mereka begitu lepas tawa yang bahkan membuatku ikut merasa nyaman meski baru hari pertama.
Saat MPLS berlangsung, kami disuruh kerja kelompok, aku sekelompok dengan Laras, Gina, Farhan, dan Ardiansyah. Nama-nama itu asing, tapi mereka terlihat baik. Meski begitu, rasa takutku tidak berkurang. Mendengar Laras terkenal pintar saja sudah membuatku makin gugup, takut salah jawab atau terlihat bodoh. Tapi ternyata semuanya berjalan baik. Tidak sempurna, tapi baik.
Selama satu minggu MPLS, aku tidak banyak bicara. Aku datang, duduk, mengikuti kegiatan, lalu pulang. Aku tidak membuat kesan mencolok, bahkan mungkin orang tidak tahu aku ada. Namun… di diamku itu, aku mulai mengamati. Aku mulai membaca karakter teman-temanku, aku mulai mengenal sedikit demi sedikit, meski tidak dari interaksi langsung, dan aku mulai terbiasa dengan suasana SMA.
Setelah MPLS, kehidupan harianku di kelas 10 mulai terbentuk. Lingkaran sosialku kecil hanya Huthfi, Seila dan Shela (teman Huthfi dan Seila ketika SD). tiga orang yang membuatku merasa aman berada di sekolah ini. Aku tetap pendiam. Bahkan kalau ada tugas kelompok, aku hanya bicara seperlunya. Aku lebih suka mendengarkan daripada berbicara, lebih nyaman menjadi pengamat daripada pusat perhatian. Tapi di tengah rutinitas yang tenang itu… sesuatu pelan-pelan berubah. Bukan sesuatu yang terlihat, tapi terasa.


Di akhir kelas 10, aku menyadari kehadiran seorang laki-laki. Awalnya biasa saja, sekadar melihatnya lewat, sekadar memperhatikan dari jauh. Tapi lama-lama, ada perasaan kecil yang tumbuh diam-diam. Perasaan yang tidak ku minta, tidak kusiapkan, tapi datang begitu saja. Setiap melihatnya, aku merasa ada sesuatu yang menghangat. Setiap ia lewat dekatku, jantungku seperti memukul dari dalam. Perasaan sederhana, polos, bahkan lucu kalau diingat tapi nyatanya bertahan sampai sekarang. Dia menjadi alasan kecil kenapa aku suka datang lebih pagi, dia menjadi bayangan yang tidak sengaja terbawa pulang setiap hari, dia menjadi warna baru di dalam hidupku yang sebelumnya datar.
Masuk kelas 11… semuanya berubah, sungguh berubah. Entah dari mana keberanian itu muncul, tapi aku mulai membuka diri, awalnya hanya mencoba ngomong sedikit, lalu bertambah jadi bercanda ringan, lalu mulai akrab dengan orang lain selain ketiga temanku. Di kelas 11, aku seperti menemukan versi diriku yang baru. Yang tidak terlalu takut bicara, yang tidak merasa malu berlebihan, yang mau menjelaskan pendapat, ikut diskusi, atau bahkan bercanda spontan. Perubahannya pelan… tapi terasa.
Lalu tibalah masa kelas 12, bab terakhir dan paling berwarna. Aku mengambil langkah yang sama sekali tidak kusangka bisa kulakukan: aku mulai aktif di organisasi. Di sinilah hidupku melebar luas, organisasi membuka pintu yang sebelumnya bahkan tidak berani aku sentuh, setiap hari jadi penuh kegiatan: rapat, acara, tugas, bahkan sampai sering di marahin satpam karna masih di sekolah sore sore. Awalnya melelahkan, tapi lama-lama… aku suka. Dari Organisasi itu, aku punya banyak teman baru, lingkaran pertemananku semakin besar. Aku merasa dilihat, dihargai, didengar. Aku bukan lagi gadis pendiam di sudut kelas. Aku mulai aktif berbicara, mengarahkan kegiatan, memimpin tugas, bahkan menjadi orang yang diajak curhat oleh beberapa teman.
Aku tumbuh. Sangat tumbuh.
Dan di balik semua hiruk-pikuk itu… Ada satu hal yang tidak pernah berubah: dia.
Laki-laki yang aku perhatikan sejak kelas 10 itu, meskipun aku sibuk organisasi, sibuk tugas, sibuk kegiatan, setiap kali bertemu dia meski hanya sekilas rasanya tetap sama, tetap bergetar, tetap hangat, tetap penuh perasaan yang sampai saat ini masih membersamai ku sampai hari ini.
Ketika aku menatap perjalanan panjangku dari awal sampai menjelang akhir, aku terpesona sendiri. Dari gadis pendiam, penyendiri, takut bicara… Aku menjadi seseorang yang aktif, berani, punya banyak teman, dan punya cerita panjang yang tidak akan pernah lupa. Dari hanya dekat dengan tiga orang… Aku sekarang punya lingkaran pertemanan luas yang selalu menghangatkan hati. Dari hanya menjadi pengamat… Aku sekarang menjadi seseorang yang berdiri di tengah cerita.
Perjalananku di SMA bukan hanya tentang belajar. Tapi tentang bertumbuh, tentang menemukan diri, tentang membuka hati, tentang persahabatan yang datang tiba-tiba, tentang keberanian yang tumbuh pelan-pelan, tentang cinta sederhana yang diam-diam menemani langkahku.
SMA bukan sekadar masa lalu.
Ia adalah tempat aku ditempa menjadi aku yang sekarang.
Tempat aku belajar menjadi kuat.
Tempat aku belajar berani.
Tempat aku belajar membuka diri.
Tempat aku menemukan orang-orang yang akan selalu kusimpan dalam kenanganku.
Dan aku bersyukur pernah melewati semuanya.
SMA buk
an sekadar masa lalu.
Ia adalah tempat aku ditempa menjadi aku yang sekarang.
Tempat aku belajar menjadi kuat.
Tempat aku belajar berani.
Tempat aku belajar membuka diri.
Tempat aku menemukan orang-orang yang akan selalu kusimpan dalam kenanganku.
Dan aku bersyukur pernah melewati semuanya.
Komentar
Posting Komentar