Langsung ke konten utama

TIGA TAHUN PENUH CERITA

 

                                                        TIGA TAHUN PENUH CERITA

Halo semuanya, aku Silma. Aku ingin sedikit bercerita tentang masa sekolahku di SMAN 1 Cikalongwetan, atau yang biasa disebut Sicikal. Bagi aku, sekolah ini benar-benar istimewa. Sebelum masuk Sicikal, aku bahkan sempat terpikir untuk berhenti sekolah saja. Namun, ada keajaiban indah yang akhirnya menuntunku untuk menjadi bagian dari sekolah ini.


Sejujurnya, saat pertama kali mendaftar, aku cukup pesimis karena merasa saingannya begitu banyak. Tapi berkat keberuntungan dan takdir yang baik, aku bisa diterima dan bersekolah di sini. Aku sering berpikir, kalau saja aku tidak diterima di Sicikal, aku tidak tahu harus ke mana lagi, karena sejak awal sekolah inilah satu-satunya tujuan yang benar-benar aku inginkan. Kadang aku juga heran, mengapa ada orang yang menyesal masuk SMAN, padahal di luar sana banyak sekali yang berharap bisa mendapatkan kesempatan itu.


Baiklah, tanpa berpanjang lebar, aku akan mulai menceritakan semua kenangan seru selama aku bersekolah di sini, mulai dari kelas 10 hingga kelas 12 sekarang.



Ini adalah masa awal sekali ketika aku menjadi siswi di Sicikal, tepatnya saat penutupan MPLS. Waktu itu aku merasa seperti orang yang linglung karena hampir tidak mengenal banyak orang. Teman dekatku dari SMP juga tidak melanjutkan sekolah di sana, jadi aku benar-benar tidak punya teman.


Masa MPLS terasa seperti masa yang cukup kelam bagiku. Mungkin karena aku masih kaget dan belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Selama MPLS aku bahkan tidak pernah jajan, karena belum punya teman dan merasa canggung. Akibatnya, berat badanku sampai turun banyak karena jarang makan dan jarang jajan.


Namun di sisi lain, masa MPLS juga cukup berkesan bagi aku. Banyak hal baru yang sebelumnya belum aku ketahui akhirnya bisa aku pelajari. Pada masa itu, aku juga bertemu dengan teman yang sampai sekarang menjadi bagian penting dalam hidup aku. Selain itu, aku juga kembali bisa melihat seseorang yang aku sukai, yang membuat masa itu terasa lebih berarti.




Waktu awal masuk kelas 10, suasananya masih canggung banget. Tapi aku benar-benar senang bisa masuk ke kelas ini, karena saat pertama masuk SMA—ketika kelas belum diacak—aku masih sulit berbaur dan rasanya kikuk banget. Namun, begitu masuk kelas G, aku langsung punya teman, bisa ngobrol panjang lebar, ketawa bareng, dan suasananya cepat terasa nyambung serta klop.


Menurutku, masuk ke kelas G adalah sebuah keberuntungan yang indah. Kelas ini benar-benar seperti kelas yang selama ini aku impikan sejak SMP. Kalau dulu di SMP aku hanya punya satu teman, di SMA—terutama di kelas ini—aku punya banyak teman yang super seru dan baik. Aku senang banget bisa bertemu mereka di kelas ini.


Setiap hari di kelas G selalu ada saja hal yang bikin aku merasa betah. Entah itu obrolan kecil sebelum pelajaran dimulai, candaan receh yang tiba-tiba muncul, atau kerja sama waktu ada tugas kelompok. Suasananya hangat, nggak bikin tertekan, dan selalu ada teman yang siap nemenin kalau lagi bingung atau capek.


Perlahan, rasa canggung yang dulu aku rasain waktu awal masuk SMA mulai hilang. Aku jadi lebih percaya diri, lebih berani ngomong, dan lebih mudah buat cerita banyak hal. Kehadiran teman-teman di kelas ini bener-bener ngubah masa SMA aku jadi lebih hidup dan penuh warna.


Aku bersyukur banget bisa jadi bagian dari kelas G. Rasanya seperti nemuin tempat yang pas, lingkungan yang nerima aku apa adanya, dan orang-orang yang bikin hari-hari sekolah jadi jauh lebih berarti.




Ini dia teman sebangku aku dari kelas 10 sampai sekarang aku kelas 12. Tau nggak, pertama kali kita kenalan itu bukan di kelas, tapi di dalam angkot. Waktu aku naik, aku sempat nengok ke dia, tapi aku cuek saja karena belum kenal walaupun sebenarnya kita sekelas. Tiba-tiba dia nanya, dan aku kaget banget karena ditanya begitu saja. Dia bilang, “Eh, kita sekelas ya?” Aku jawab iya, lalu dia mengulurkan tangan sambil menyebutkan namanya. Aku jabat tangan dia dan aku juga ngenalin diri.


Dari situ kita mulai dekat: mulai sering ngobrol, ganti baju bareng, ke masjid bareng, dan pas MPLS waktu demo ekskul kita bahkan kabur buat jajan bareng. Dari kejadian itu, kita jadi makin akrab dan akhirnya duduk sebangku sampai sekarang.


Yang lucu, dulu aku kira dia pendiam banget dan introvert. Ternyata kelakuannya sama aja kayak aku—kocaknya 11–12. Dia cuma terlihat pendiam dari luar, tapi aslinya rame dan seru banget. Aku bener-bener senang punya teman sebangku kayak dia.


Aku berharap dia selalu bahagia dalam keadaan apa pun. Oh iya, kalau lagi belajar pun, saat guru lagi nerangin, kita tetap aja ngobrol tanpa henti, kayak nggak ada hari esok. Pokoknya aku bersyukur banget bisa sebangku sama dia.


Kadang aku mikir, kalau hari itu aku nggak naik angkot yang sama, mungkin aku nggak bakal punya hubungan pertemanan sedeket ini sama dia. Setiap hari duduk sebangku bikin aku sadar kalau punya teman yang bisa diajak cerita apa saja itu sebuah keberuntungan besar. Dia selalu ada buat dengerin keluh kesah aku, ngetawain hal-hal receh bareng, sampai nemenin lewat hari-hari sekolah yang capek banget. Buat aku, dia bukan cuma teman sebangku, tapi juga tempat pulang yang selalu bikin nyaman.




Ini masih masa awal masuk kelas 10. Hehe, aku menambahkan bagian ini karena ada cerita yang benar-benar ingin aku bagi. Waktu itu pas acara Semarak, kalau tidak salah, suasana kelas terasa cukup kacau menurutku. Banyak lomba yang sebenarnya bisa kami ikuti justru tidak kami jalani, entah karena masih canggung satu sama lain, belum terlalu mengerti alur kegiatan, atau memang belum terbiasa bekerja sama sebagai satu kelas. Ditambah lagi, karena masih masa penyesuaian, beberapa dari kami mulai menunjukkan tingkah yang agak bandel. Bayangkan saja, acara belum resmi selesai tetapi hampir seluruh kelas sudah memutuskan untuk pulang lebih dulu. Rasanya waktu itu kami benar-benar kompak—tapi kompak dalam hal yang salah.


Ketika panitia menyadari kami tidak lagi di tempat, kami akhirnya ditegur. Beruntungnya, tegurannya tidak terlalu keras; lebih seperti pengingat agar kami bisa bersikap lebih baik di kegiatan berikutnya. Meski begitu, rasa malu tetap ada, karena kami sadar bahwa hal seperti itu bukan contoh yang baik, apalagi sebagai siswa baru yang seharusnya menunjukkan sikap disiplin. Dari kejadian itu aku belajar bahwa kekompakan memang sesuatu yang menyenangkan, tapi tetap harus berada dalam batas yang benar. Seru sih kalau diingat, tapi jelas tidak patut dicontoh. Pengalaman itu akhirnya jadi salah satu cerita konyol di awal perjalanan kami sebagai kelas baru—sesuatu yang kalau diingat sekarang malah bikin ketawa sendiri.




Ini waktu projek kedua, yaitu projek kearifan lokal. Menurut aku, bagian ini bener-bener seru, soalnya selama projek kita hampir nggak belajar teori, lebih banyak latihan dan praktik. Justru itu yang bikin suasananya hidup banget. Buat aku, ini jadi projek yang paling seru, penuh momen berharga, kayak setiap detiknya tuh bawa rasa senang yang susah dijelasin.


Selama prosesnya, kita sering ketawa bareng, capek bareng, tapi tetap menikmati semuanya. Bahkan setelah latihan selesai, kita sempat tiduran bareng-bareng kayak ikan pindang—dan anehnya, itu malah jadi momen yang hangat dan ngangenin banget. Kebersamaan sederhana yang rasanya bahagia banget.




Ini selesai pagelaran projek kedua. Waktu itu, kita kebagian tampil paling terakhir, jadi penontonnya memang tinggal sedikit. Tapi nggak apa-apa, soalnya pagelaran kita tetap sukses banget. Justru karena tampil terakhir, suasananya jadi lebih santai dan seru—apalagi di bagian akhir kita bisa joget-joget bareng, bikin penutup yang meriah dan penuh energi.


Walaupun urutan tampilnya terakhir dan yang nonton nggak sebanyak kelompok lain, kita tetap berusaha memberikan yang terbaik. Kita tampil semaksimal mungkin, tanpa ngeluh, karena dari awal niatnya memang mau nunjukkin hasil kerja keras selama projek. Rasanya puas banget lihat semuanya berjalan lancar, dari mulai persiapan sampai pagelaran selesai.


Momen ini juga bikin aku makin sadar kalau jumlah penonton bukan hal utama. Yang penting itu kebersamaan, usaha yang kita keluarin, sama rasa bangga karena bisa tampil sampai akhir dengan penuh percaya diri. Pagelaran ini jadi salah satu bagian yang paling aku inget, karena walaupun sederhana, keseruannya ngena banget.



Sebenernya masih banyak cerita lain dari masa kelas 10 yang nggak kalah seru. Kita pernah dua kali jadi juara umum, setiap Minggu selalu ada acara makan bareng, dan kadang nonton film di kelas rame-rame. Hal-hal kecil itu lama-lama jadi kebiasaan yang bikin kita makin deket dan makin ngerti satu sama lain.


Setiap harinya selalu ada aja momen baru yang muncul—mulai dari gurauan receh, tingkah spontan, sampai obrolan yang tiba-tiba berubah jadi tawa satu kelas. Aku bener-bener seneng bisa berada di antara mereka, karena suasana yang mereka ciptakan itu bikin sekolah jadi lebih hidup. Candaan dan tawa yang selalu ada setiap hari jadi bagian paling indah dari masa kelas 10, masa yang penuh cerita dan susah banget buat dilupain.






Kalau di kelas 11, sebenarnya tidak terlalu banyak momen yang bisa aku ceritakan. Entah karena memang sedikit, atau karena aku sendiri sudah lupa sebagian besar kenangannya. Yang jelas, masa kelas 11 terasa cukup berat buat aku. Waktu itu aku sering banget menangis karena tidak kuat dengan peminatan—rasanya benar-benar tertekan. Maklum, awal-awal pasti kaget, apalagi sebelumnya aku selalu bareng sama teman-teman. Tapi setelah peminatan dimulai, kami jadi jarang bertemu dan paling ketemu hanya saat jam istirahat.


Jujur, selama peminatan itu aku merasa seperti tidak punya teman. Di sosiologi ada si Al, tapi dia kalau di peminatan suka sok sibuk dan agak sombong, haha. Tapi tahu nggak sih, setiap selesai peminatan rasanya lega banget, kayak semua beban langsung hilang seketika. Walaupun momen di kelas 11 tidak sebanyak kelas 10, suasananya tetap seru kok. Selalu ada saja hal kecil yang menyenangkan, meskipun tidak setiap hari karena jadwal peminatan yang lumayan menghalangi waktu kebersamaan.


Namun begitu, meski terpisah peminatan, kami tetap berusaha menjaga kekompakan. Kami sengaja menyempatkan diri untuk bertemu waktu istirahat di perpustakaan, sekadar ngobrol atau ketawa-ketawa bareng. Nah, kalau sekarang waktu kelas 12, tempat kumpulnya pindah jadi di kopwa.


Mungkin aku tidak bisa banyak bercerita tentang kelas 11 karena banyak yang sudah lupa, tapi tetap saja masa itu bagian dari perjalanan kami yang bikin aku semakin menghargai kebersamaan.




Di kelas 12 sebenarnya tidak banyak hal yang bisa aku ceritakan, tapi justru di tahun terakhir ini banyak momen yang terasa begitu berharga. Walaupun kelas 12 penuh rasa capek dan beban—mulai dari KTI, tugas yang nggak ada habisnya, sampai berbagai persiapan kelulusan—semua itu tetap bisa aku lewati dengan perasaan gembira.


Di tahun ini aku benar-benar belajar betapa berharganya waktu. Rasanya cepat sekali, tahu-tahu sudah mau lulus saja, padahal serasa baru kemarin pertama kali masuk kelas 10 dengan segala kecanggungan dan semangat barunya. Masih banyak hal yang ingin aku lakukan bareng teman-teman sekelas, rasanya waktu berjalan terlalu cepat untuk semua cerita yang belum sempat kami buat.


Kelas 12 jadi pengingat kalau setiap hari ternyata punya maknanya sendiri. Bahkan di tengah lelahnya tugas dan tekanan, selalu ada tawa sederhana, cerita kecil, dan momen hangat yang bikin tahun terakhir ini jadi begitu berarti.





Oh iya, waktu Semarak tahun ini ada sedikit rasa sedih yang masih aku inget. Aku dan teman-teman sekelas sudah effort banget buat baju karnaval—ngerjainnya sampai berhari-hari, begadang, capek bareng, dan penuh harapan. Tapi ternyata hasilnya nggak sesuai yang kami bayangkan, karena kami nggak menang. Jujur, bagian itu cukup bikin kecewa, apalagi setelah semua usaha yang kami keluarin.


Tapi di balik rasa kecewa itu, ada hal yang membuat aku tetap senang. Dari proses itu, justru tercipta momen-momen yang begitu indah. Mulai dari suasana ribut bareng saat ngerjain kostum, bercanda biar nggak ngantuk, sampai ngerasain kebersamaan yang nggak selalu bisa didapat setiap hari. Walaupun nggak menang, pengalaman itu tetap jadi kenangan berharga yang bakal aku inget terus.






Kemarin, pas Hari Guru, kelas aku bener-bener effort banget. Kami sepakat buat nyiapin semuanya secara manual tanpa beli apa pun. Semua hadiah kami buat sendiri dari awal sampai akhir.


Yang paling kerasa capek tapi seru itu waktu kami buat bunga untuk Pak Nychken dan kupu-kupu untuk Bu Lintank. Prosesnya cukup ribet dan butuh waktu lama, tapi kami kerjain bareng-bareng dari pagi sampai sore. Walaupun lelah, suasananya tetap hidup karena semua saling bantu, saling nunggu, dan saling nyemangatin biar cepat selesai.


Begitu semuanya jadi, ada rasa bangga tersendiri. Momen itu bikin aku sadar kalau kerja keras bareng teman-teman, meskipun sederhana, bisa jadi kenangan yang paling hangat.




Aku juga mau sedikit cerita tentang organisasi yang aku ikuti, yaitu PMR dan Oltrad. PMR itu rasanya sudah jadi bagian dari jiwa aku. Kenapa? Karena aku ikut PMR sejak kelas 10, dan di sanalah aku belajar cara memanusiakan manusia—belajar mengobati luka, belajar peka terhadap sekitar, dan belajar membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan.


Selama jadi anggota PMR, banyak banget kejadian yang aku alami. Pernah ada masa ketika aku hampir keluar karena merasa capek dan ragu, tapi pada akhirnya aku justru makin yakin kalau PMR adalah bagian penting dari hidup aku. Salah satu momen paling membahagiakan itu waktu upacara, ketika PMR disebut oleh Pak Isur dan Pak Nychken. Rasanya campur aduk—kaget, bangga, sampai hampir nangis, tapi nangis bahagia.


Dan ada satu momen yang paling melekat di hati aku, yaitu saat “perempuan baju putih-putih”. Di momen itu terasa banget kekeluargaan yang nyata. Kami seperti keluarga yang saling jaga, saling dukung, dan saling memberi kasih sayang tanpa syarat. Dari situ aku sadar kalau PMR bukan sekadar organisasi, tapi tempat di mana aku tumbuh, belajar, dan menemukan rumah yang penuh kehangatan.


Nah, kalau Oltrad itu organisasi yang baru-baru ini aku masukin. Seru banget rasanya bisa gabung dan langsung akrab sama teman-temannya, soalnya kegiatannya banyak banget yang bikin kita jadi saling dekat. Di sana aku juga belajar banyak hal, terutama tentang olahraga.


Aku sendiri sebenarnya kurang banget di bidang olahraga, tapi justru karena itu aku makin merasa Oltrad bermanfaat buat aku. Dari organisasi ini, aku belajar mulai dari dasar-dasarnya sampai hal-hal kecil yang sebelumnya nggak pernah aku tahu. Walaupun akhirnya tetap aja aku nggak jadi jago olahraga, tapi seenggaknya aku ngerti dan pernah nyobain. Hahaha.


Yang penting, aku senang karena di Oltrad aku dapat pengalaman baru, teman baru, dan rasa percaya diri yang pelan-pelan ikut tumbuh.





Ini teman-teman yang ke mana-mana selalu bareng sama aku. Jujur, aku nggak nyangka bisa sedekat ini sama mereka, soalnya dulu kami sama sekali bukan kelompok yang akrab. Tapi semua berubah sejak pertama kali kami main bareng ke Cipendey. Dari situ, entah kenapa rasanya nyaman, terus keterusan sampai akhirnya hampir ke mana pun kita selalu bareng.


Momen sederhana itu malah jadi awal dari kebersamaan yang nggak pernah aku duga. Sekarang, mereka jadi salah satu bagian penting yang bikin hari-hari sekolah aku lebih hidup dan penuh cerita.


Pokoknya, sekolah di sini tuh penuh banget sama kebahagiaan. Banyak kenangan berharga yang tercipta, dari hal-hal sederhana sampai momen yang benar-benar ngena di hati. Selama aku sekolah, ada satu pelajaran yang selalu aku suka, yaitu Bahasa Indonesia. Dari dulu, sejak SD, aku udah suka banget sama pelajaran ini. Tapi makin ke sini, bukan cuma pelajarannya yang aku senangi, tapi juga gurunya.


Pak Nychken, menurut aku, adalah guru yang paling seru. Cara ngajarnya selalu berhasil bikin suasana kelas hidup, nggak monoton, dan selalu ada hal baru yang bikin aku semangat belajar. Kehangatan dan caranya memperlakukan murid bikin aku betah di kelasnya. Selain itu, aku juga nggak bakal lupa sama Pak Aldi dan Bu Lintank yang sudah menjadi wali kelas penuh perhatian. Mereka bukan hanya membimbing, tapi juga menemani kami tumbuh dengan cara yang lembut dan sabar. Terima kasih sebesar-besarnya aku ucapkan untuk mereka.


Mungkin hanya segini cerita yang bisa aku sampaikan, tapi percayalah, semua pengalaman ini meninggalkan jejak yang nggak akan mudah hilang. Terima kasih untuk setiap orang yang sudah jadi bagian dari perjalanan sekolah aku—kalian semua membuat masa-masa ini layak diingat selamanya.



Sekian 

Salam bahagia dari silma..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE IMPACT OF BOTTLE RECYCLING

  By Rizka, Sulis, Dela, Robi, Salman, Haikal Waste is the remaining product or item that is no longer used. There are 3 ways or methods to manage waste namely reducing, reusing and recycling plastic here will discuss about recycling the plastic bottle waste, recycling plastic bottle is very beneficial and has many positive impacts. Although some students actively participate in this practice, there are still many students who  cannot or refuse to recycle plastic bottles. The following is the impacts of recycling of bottle waste for our life From our interviews and research, several positive and negative impacts of recycling plastic bottle waste have been identified, such as air pollution, where certain methods of recycling plastic bottles can harm air quality. Recycling bottle waste can impact the quality of the product itself. Poor and inadequate management during production stages can result in low-quality products. Recycling plastic bottle waste also leads to an increase i...

Story at School

 Rika Dimas Fitria  XII.i B.Indonesia Story at School Kelas X  Pada suatu hari,,saya telah lulus MTs sampai orang tua meneruskan saya ke Sekolah SMAN 1 Cikalongwetan ini,lalu saya daftar ke SMAN 1 Cikalongwetan bersama kakak dari pagi sampai jelang malam,sampai menunggu pengumuman diterima atau tidaknya,sampailah Alhamdulillah saya diterima disekolah ini.Lalu salah satu teman sosmed menghubungi saya bahwa kita sekelas,dia bernama Shifa Sulastri.karena sekolah ini pada era covid kita sekolah dibagi sesi pertama dan kedua lalu saya sesi dua sampai bertemu pada pertemuan sekolah saya bertemu dengan Shifa langsung,tidak hanya Shifa bahwa saya juga sekelas dengan temen SD saya yaitu Siti Sopiah,sampai pada hari-hari berikutnya saya berkenalan dengan teman yang lainnya seperti N.Sani,Suci dan yang lainnya.Lalu wali kelas X kita adalah ibu Amila sholihah lalu saya mengerjakan tugas sebagian BDR dan diadakannya projek Pertama yang berjudul KTI (karya tulis Imiyah) dan disatukan k...

CERITA YANG TIDAK AKAN BERAKHIR

Saskia Agustin Masa corona akhirnya berakhir, semua yang berada di rumah akhirnya kembali menjalani kehidupan seperti semula walaupun masih identik dengan pemakaian masker yang wajib dipakai apabila akan keluar rumah. Seperti halnya denganku, saskia. Mulai kembali menjadi siswi yang berangkat pagi untuk ke sekolah, yang juga seperti itu. Pembelajaran di sekolah masih belum efektif ternyata, jadi para guru memberikan alternatif agar bisa melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah dengan menerapkan sistem yang dikelas para murid dibagi 2 atau dengan sebutan sesi a dan b.  Belum begitu banyak mengenal siapa saja yang ada di kelas hanya satu, siti. Unik memang ketika Aku menyangka kalau Siti itu orangnya memiliki badan yang tinggi hahah. Alurnya singkat sampai tanpa tidak sadar kalau kita sudah begitu dekat tapi bukan hanya siti ada satu orang lagi yang sampai sekarang dekat denganku dia Rahma, orang ketika mendengar namanya pasti akan langsung bilang " anu pinter tea", asli mema...